Senin, 22 Maret 2021

Tokoh Wayang Narada

Tokoh Wayang Narada

Narada dalam pewayangan yang berkembang di pulau Jawa, dilukiskan dengan bentuk tubuh cebol bulat, berwajah tua, dengan kepala menengadah ke atas. Dalam versi pewayanagan narada menduduki jabatan penting dalam kahyangan, yaitu sebagai penasihat dan "tangan kanan" Batara Guru, raja kahyangan dalam versi pewayangan.

Menurut naskah Paramayoga, Batara Narada adalah putra Sanghyang Caturkaneka. Ayahnya merupakan sepupu Sanghyang Tunggal, ayah dari Batara Guru. Pada mulanya Narada berwujud tampan. Ia bertapa di tengah samudera sambil memegang pusaka pemberian ayahnya, bernama cupu Linggamanik. Hawa panas yang dipancarkan Narada sempat membuat kahyangan geger. Batara Guru mengirim putra-putranya untuk membangunkan Narada dari tapanya. Akan tetapi tidak seorang pun dewa yang mampu memenuhi perintah tersebut. Mereka terpaksa kembali dengan tangan hampa. Batara Guru memutuskan untuk berangkat sendiri untuk menghentikan tapa Narada. Narada pun terbangun. Keduanya kemudian terlibat perdebatan seru. Batara Guru yang merasa kalah pandai marah dan mengutuk Narada sehingga berubah wujud menjadi jelek. Sebaliknya, karena Narada telah dikutuk tanpa penyebab yang jelas, Batara Guru pun menderita cacad berlengan empat.(Sebenarnya bertangan 4 ini adalah pengejewantahan dari sedulur papat lima pancer). Ia pun sadar bahwa Narada memang lebih pandai darinya. Maka, ia pun memohon maaf dan meminta Narada supaya sudi tinggal di kahyangan sebagai penasihatnya.

Dalam pentas pedalangan, tempat tinggal Batara Narada disebut dengan nama Kahyangan Sidiudal-udal. Atau Sidik pangudal udal.



BETARA NARADA (KANEKAPUTRA) Betara Narada atau disebut juga Kanekaputra adalah putra Hyang Darmajaka. Ia elok parasnya dan sakti pula. Untuk dapat menambah kesaktiannya, Betara Kanekaputra bertapa di atas air samudera dengan tidak bergerak gerak. Tangan kanannya menggenggam cupu (cepu) Linggamanik yang tak pernah dilepaskannya. Perbuatan Betara Narada diketahui oleh Betara Guru yang menanggapinya sebagai usaha Betara Narada untuk menguasai dunia ini. Maka segala Dewa oleh Betara Guru dititahkan, supaya mencegah kehendak Betara Narada itu sampai-sampai dengan menggunakan senjata, tetapi segala usaha itu tak berhasil. Betara Narada bersitetap di dalam tapanya. Kemudian Betara Guru sendiri datang menjumpai Betara Kanekaputra. Terjadilah bantah-membantah antara kedua Dewa itu, di mana Betara Guru keluar sebagai pihak yang kalah-bantah. Oleh karenanya Betara Guru merasa lebih muda dari Betara Narada dan untuk selanjutnya menyebut Betara Kanekaputra kakang, kanda. Betara Kanekaputra kemudian dibawa oleh Betara Guru dan dilantik sebagai ketua semua Dewa di Jonggringsaloka yakni istana segala Dewa. Suatu ketika karena murkanya terhadap Betara Kanekaputra, maka muka Betara yang tampan ini oleh Betara Guru dirobah hingga menjadi jelek, sesudah itu Kanekaputra disebut Narada. Betara Narada bermata kriyipan, berkedip kedip terus, berhidung dempak mendongak, bermulut terbuka menampakan gigi, berkumis, bermahkota bentuk topong dengan garuda membelakang, berkain rapekan, berkeris bentuk ladrang (panjang), bersepatu. 

Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Asal usul Cangik dan Limbuk